RUKUN
SYAHADATAIN
[A].
Rukun “Laa ilaaha illallah”
Laa
ilaaha illallah mempunyai dua rukun:
An-Nafyu
atau peniadaan: “Laa ilaha” membatalkan syirik dengan segala bentuknya dan
mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah.
Al-Itsbat
(penetapan): “illallah” menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali
Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.
Makna
dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala
“Artinya
: Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beri-man kepada Allah,
makasesungguhnya ia telah berpegang kepa-da buhul tali yang amat kuat …”
[Al-Baqarah: 256]
Firman
Allah, “siapa yang ingkar kepada thaghut” itu adalah makna dari “Laa ilaha” rukun
yang pertama. Sedangkan firman Allah, “dan beriman kepada Allah” adalah makna
dari rukun kedua, “illallah”. Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada Nabi Ibrahim alaihis salam :
“Artinya
: Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku
menyembah) Tuhan yang menjadikanku …”. [Az-Zukhruf: 26-27]
Firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala , “Sesungguhnya aku berlepas diri” ini adalah makna
nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan perkataan, “Tetapi (aku
menyembah) Tuhan yang menjadikanku”, adalah makna itsbat (penetapan) pada rukun
kedua.
[B].
Rukun Syahadat “Muhammad Rasulullah”
Syahadat
ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat “‘abduhu wa rasuluh ” hamba dan
utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith
(meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah
hamba dan rasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua sifat
yang mulia ini, di sini artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, beliau adalah manusia
yang diciptakan dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga
berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain.
Sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Artinya
: Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, …’.”
[Al-Kahfi : 110]
Beliau
hanya memberikan hak ubudiyah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan
karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala memujinya:
“Artinya
: Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya.” [Az-Zumar: 36]
“Artinya
: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab
(Al-Qur’an) …”[Al-Kahfi: 1]
“Artinya
: Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari
Al-Masjidil Haram …” [Al-Isra’: 1]
Sedangkan
rasul artinya, orang yang diutus kepada seluruh manusia dengan misi dakwah
kepada Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi
peringatan).
Persaksian
untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dua sifat ini meniadakan
ifrath dan tafrith pada hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena
banyak orang yang mengaku umatnya lalu melebihkan haknya atau mengkultuskannya
hingga mengangkatnya di atas martabat sebagai hamba hingga kepada martabat
ibadah (penyembahan) untuknya selain dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka
ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada beliau, dari selain Allah.
Juga
meminta kepada beliau apa yang tidak sanggup melakukannya selain Allah, seperti
memenuhi hajat dan menghilangkan kesulitan. Tetapi di pihak lain sebagian orang
mengingkari kerasulannya atau mengurangi haknya, sehingga ia bergantung kepada
pendapat-pendapat yang menyalahi ajarannya, serta memaksakan diri dalam
mena’wilkan hadits-hadits dan hukum-hukumnya.
KETIGA:
SYARAT-SYARAT SYAHADATAIN
[A].
Syarat-syarat “Laa ilaha illallah”
Bersaksi
dengan laa ilaaha illallah harus dengan tujuh syarat. Tanpa syarat-syarat itu
syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya. Secara global tujuh
syarat itu adalah:
1. ‘Ilmu, yang menafikan jahl (kebodohan).
2.
Yaqin
(yakin), yang menafikan syak (keraguan).
3. Qabul (menerima), yang menafikan radd
(penolakan).
4.
Inqiyad
(patuh), yang menafikan tark (meninggalkan).
5.
Ikhlash,
yang menafikan syirik.
6.
Shidq
(jujur), yang menafikan kadzib (dusta).
7.
Mahabbah
(kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).
Adapun
rinciannya adalah sebagai berikut:
Syarat
Pertama: ‘Ilmu (Mengetahui).
Artinya
memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang
ditetapkan, yang menafikan ketidaktahuannya dengan hal tersebut.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Artinya
:… Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa`at ialah) orang yang mengakui
yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya). [Az-Zukhruf : 86]
Maksudnya
orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan memahami dengan hatinya apa
yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak
mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.
Syarat
Kedua: Yaqin (yakin).
Orang
yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan sya-hadat itu. Manakala ia
meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Artinya
: Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu …” [Al-Hujurat : 15]
Kalau ia
ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya
: Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebon) ini, yang menyaksikan bahwa
tiada ilah selain Allah dengan hati yang meyakininya, maka berilah kabar
gembira dengan (balasan) Surga.” [HR. Al-Bukhari]
Maka
siapa yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk Surga.
Syarat
Ketiga: Qabul (menerima).
Menerima
kandungan dan konsekuensi dari syahadat; menyem-bah Allah semata dan
meninggalkan ibadah kepada selainNya.
Siapa
yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menta’ati, maka ia termasuk
orang-orang yang difirmankan Allah:
“Artinya
: Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha
illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka
menyombongkan diri. dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus
meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” [Ash-Shafat:
35-36]
Ini
seperti halnya penyembah kuburan dewasa ini. Mereka mengikrarkan laa ilaaha illallah,
tetapi tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian
berarti mereka belum me-nerima makna laa ilaaha illallah.
Syarat
Keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh dengan kandungan Makna Syahadat).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Artinya
: Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang
berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang
kokoh.” [Luqman : 22]
Al-‘Urwatul-wutsqa
adalah laa ilaaha illallah. Dan makna yuslim wajhahu adalah yanqadu (patuh,
pasrah).
Syarat
Kelima: Shidq (jujur).
Yaitu
mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkan-nya. Manakala lisannya
mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Artinya
: Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepa-da Allah dan Hari
kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya
menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada
penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,
disebabkan mereka berdusta.” [Al-Baqarah: 8-10]
Syarat
Keenam: Ikhlas.
Yaitu
membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan tidak
mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadits
‘Itban, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya
: Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha
illalah karena menginginkan ridha Allah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Syarat
Ketujuh: Mahabbah (Kecintaan).
Maksudnya
mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai
orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya.
orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Artinya
: Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” [Al-Baqarah: 165]
Maka
ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan ahli
syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan
dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.
[B].
Syarat Syahadat “Anna Muhammadan Rasulullah”
1. Mengakui kerasulannya dan meyakininya di dalam
hati.
2.
Mengucapkan
dan mengikrarkan dengan lisan.
3.
Mengikutinya
dengan mengamalkan ajaran kebenaran yang telah dibawanya serta meninggalkan
kebatilan yang telah dicegahnya.
4.
Membenarkan
segala apa yang dikabarkan dari hal-hal yang gha-ib, baik yang sudah lewat
maupun yang akan datang.
5.
Mencintainya
melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, harta, anak, orangtua serta seluruh
umat manusia.
6.
Mendahulukan
sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang lain serta mengamalkan
sunnahnya.
Sadar bahwa hidup sementara, tahu bahwa dosa
melimpah ruah sampai belum tentu semua ibadah-ibadah dan amal-amal bisa
menutupi semua, sadar bahwa masih sangat jauh dari memanjat tinggi surga, maka
menabung sedikit-sedikit agar mengundang belas kasihan Allah azza wa jalla
kepada hamba yang banyak salah ini dengan belajar lebih banyak.
Wallahu
a’lam.
EmoticonEmoticon