BAB I
BEBERAPA PENJELASAN TENTANG HARTA
BENDA, KEPEMILIKAN DAN STATUSNYA
1. Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang
telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui
قُل
لَّوۡ أَنتُمۡ تَمۡلِكُونَ خَزَآئِنَ رَحۡمَةِ رَبِّيٓ إِذٗا لَّأَمۡسَكۡتُمۡ
خَشۡيَةَ ٱلۡإِنفَاقِۚ وَكَانَ ٱلۡإِنسَٰنُ قَتُورٗا ١٠٠
A. Pengertian Harta dan Benda
Dalam bahasa Arab “harta benda”
atau kekayaan disebut Amwal bentuk plural/jamak dari kata : Mal,
yakni diartikan sebagai : Sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia
menyimpan, dan memeliharanya atau memilikinya, seperti : unta, sapi,
kambing, tanah, kelapa, emas, perak dsb.
Pandangan dikalangan madzhab Fiqih
@ Syafi’I, Maliki dan Hambali è makna kekayaan bukan saja yang berbentuk benda konkrit
secara fisik material, tetapi juga termasuk sesuatu yang berbentuk manfaat atau
haq-haq, seperti: hak pemeliharaan, hak pengasuhan anak, hak paten dsb.
@
Hanafi è kekayaan yang tidak berwujud benda,
tidak termasuk dalam kategori harta kekayaan.
B. Makna Kepemilikan dan statusnya menurut
Islam
1. Kedudukan dan status “manusia” dalam
hubungannya dengan “harta kekayaan”
Kekayaan pada prinsipnya adalah “milik
Alloh” : Dia Alloh swt sebagai
pemilik miuthlaq atau pemilik sebenarnya, sebagaimana dinyatakan dalam
Al-Qur’an (Q.s. 2/254).
Status manusia dalam hubungannya dengan Kekayaan (harta benda) adalah
sebagai : Kuasa atau penyimpan atau bendahara. Hal ini disebutkan
dalam al-Qur’an (Qs. 57/7)
2. Kepemilikan individual, makna dan
statusnya
Di dalam Mu’jam al-Wasith disebutkan bahwa “memiliki
sesuatu” berarti menguasai dan hanya ia yang dapat menggunakannya.
Secara terminologis Pemilikan dalah infinitive è menguasai dan dapat menggunakan.
Istilah hak milik penuh è kekayaan itu harus berada dibawah
control dan didalam kekuasannya.
Ahli fuqoha è kekayaan itu harus berada ditangannya, tidak
tersangkut didalamnya ada haq orang lain, dapat ia gunakan, dan faidahnya dapat
dinikmatinya. Oleh karena itu sesorang tidak wazib zakat, bila barang yang
dibelinya belum sampai ditangannya.
3. Hak milik Umum, makna dan statusnya
Islam mengakui adanya hak milik umum (kepemilikan bersama), misalnya :
@ Rasul mensuakakan tanah Naqi untuk kepentingan umum, dimana pada tanah
tersebut semua kaum muslimin melepaskan kuda-kuda mereka.
@ kholofah umar mensuakakan tanah Rubdzah khusus dipergunakan untuk
ternak-ternak kaum muslimin yang fakir.
@ Rasululloh saw menyatkan dalam hadisnya tentang deklarasi Hak Milik Umum
: “an-Nas Syuraka’ fis Tsalats, Al-Maa’i, wal kala’i, wan-Nar”
artinya: manusia punya hak yang sama dalam tiga hal yaitu: air, rumput dan
api. (HR. Ahmad dan Abu Daud)
@ Diantara miliki umum yang hanya negara saja sebagai “pemiliknya” menurut
Islam adalah : pemilikan tanah yang mengandung bahan mineral, minyak tanah dll.
Bila tanah tersebut berasal dari milik individu, maka para fuqoha berbeda
pendapat sbb:
-
Maliki è bahwa tetap merupakan milik kekayaan Negara (baitul mal)
-
Hanafi è tetap milik individu dan Negara berhak memiliki seperlimanya
(20%)
-
Syafi’i è tetap milik individu dan Negara
berhak memiliki 2.5 % (seukuran zakat emas dan perak)
-
Fakar Islam kontemporer (Dr. Ahmad Muhammad dan
Dr. Fathi Abdul Karim)è negaralah yang berhak memiliki barang temuan (rikaz), baik
berupa barang tambang, maupun dari peninggalan purbakala, baik yang terpendam
dalam tanah milik khusus atau umum.
BAB II
PENGERTIAN INFAQ DIDALAM AL-QUR’AN
A.
Pengertian Infaq menurut bahasa (Etimologi)
1.
Bahasa
Infaq berasal dari kosa kata : Nafaqo.
Didalam bahasa Arab nafaqo artinya : habis, ramai, laris (banyak
penggemarnya/digemari), mati, terkelupas, keluar dari/masuk kelobang sarangnya
(berlawanan).
Dalam kamus lisanul ‘Arab disebutkan
kalimat : Nafaqa maaluhu wa dirhamuhu wa ta’amuhu, artinya : berkurang
dan sedikit hartanya atau berkurang dan sedikit uang dan makanannya, atau telah
habis harta dan uangnya. Dan kata Anfaquu artinya mereka
menginfakan, dimaksudkan dengan : habis hartanya, sehingga dikatakan anfaqa
ar-Rajulu artinya sesorang itu menjadi miskin atau habis segala
hartanya. Dan pengertian seperti ini
digunakan dalam al-Qur’an
Kata Khosyatal-infaq dalam ayat
itu berarti Khosyatal fanaa wan nafaad (takut lenyap dan habis)
Kata Anfaqo Al-Maala = sharofahu
artinya membelanjakan hartanya.
Bila dikatakan anfiquu (bentuk
fiil amar/perintah) sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an : Anfiquu mimmaa
rozaka-kumulloh (berikanlah dari sebagian harta yang Alloh berikan
kepadamu). Ini berarti mengeluarkannya (menguarnginya hingga
menghabiskannya, bukan menambahkan atau mengembangkannya).
Kita mengenal kata Nafaqah bahkan
sudah menjadi bahasa Indonesia (bentuk dari kata Nafaqa) yang berarti è al-Mashruuf wal infaaq (biaya, belanja atau
pengeluaran).
@ Berdasarkan pendekatan aspek bahasa
(linguistic), kata INFAQ mengandung makna “konsumtif tidak bersifat
produktif”, karena kegunaannya untuk memenuhi kebutuhan atau hajat
langsung. Agak berbeda dengan kata ZAKAT yang secara bahasa diartikan “berkembang
dan bertambah” berarti mengandung makna “Produktif”
2.
Terminology Al-Qur’an
Dalam al-qur’an Terdapat 111 kali penyebutan
kata yang berhubungan Nafaqa.
Berdasarkan tertib nuzulul ayat, maka 9
kali terdapat pada ayat makiyah, dan 102 pada ayat madaniyah.
-
Ayat Makiyah
@ perlu digarisbawahi bahwa ayat-ayat yang diturunkan pada periode Makiyah isi
materi kandungannya lebih didominasi oleh “Tasyri’ al-Aqidah wa
Taqwinul-Akhlaq” , oleh karenanya INFAQ pada periode Makiyah lebih dimaknai
dari “aspek ideologis-normatifnya” artinya infaq atau membelanjakan
harta dalam konteks gerkan Bi’tsah Risalah dibangun lebih pada tingkat
kesadaran individu, belum dalam pendekatan birokratik
(pemerintahan)-administrative kenegaraan. Fakta sejarah mengisyaratkan
bahwa Rosululloh ketika di Mekah belum memiliki Baitul Mal secara institusional
(bersifat kelembagan), tetapi berada pada masing-masing individu umat. Seperti
Siti Khodijah al-Kubra, Abu Bakar dsb.
-
Ayat Madaniyah
@ Dari jumlah ayat madaniyah sebanyak
102 kali penyebutan kata yang berhubungan dengan kata Nafaqo, 35% yaitu
sebanyak 37 buah bermakna: Negative (penyimpangan) dan bermakna kontra
produktif (bertentangan) dalam konteks kepemimpinan Madinah Rosul. Arti
tersebut adalah Nifaq atau Munafiq bentukan dari kata nafaqo yang
kemudian bermakna Kemunafikan atau nifaq.
@ Dari sejumlah ayat-ayat yang
diturunkan pada periode Madaniyah, dimana kata INFAQ disebutkan dan diulang-ulang dengan
berdasarkan sasaran, maksud, dan situasional yang melatarbelakanginya. Pada
umumnya kata Infaq diterjemahkan : “membelanjakan harta benda yang dimiliki
oleh seseorang baik mukmin ataupun kafir”.
@ al-Quran berbicara Berinfaq
adalah ciri spesifik karakteristik mukmin yang benar (Qs. 8/3,4), tetapi juga
istilah INFAQ dipergunakan bagi orang kafir, seperti disebutkan dalam QS. 8/36.
@ infaq memiiki makna yang agung dan sacral manakala
dibangun dalam kerangka jihad fisabilillah untuk tegaknya kepemimpinan khilafah
‘ala Minhajin Nubuwah berdasrkan Metode sunnah (=Metode Hijrah).
@ perlu dicatat, infaq diluar kerangka
ini, maka terjadi kerangka dan aflikasi yang terbalik (distortif) dan bathil,
karena INFAQ yang legitimatif secara syar’I hanya ada dilembaga Al-Haq (lembaga
Khalifah ‘ala minhajin-Nubuwah) atau di Negra Madinah Rosul (QS. 9/120-121)
@ al-Quran menggarisbawahi tentang bathalnya
INFAQ karena factor kepentingan subjektivitas diri. (Qs. 9/53-55)
@ bila kita mencoba menarik sebuah
kesimpulan tentang makna INFAQ dan aplikasinya berdasarkan terminologis
al-Quran dan atau tertib nuzulul wahyu, maka dapat diinformasikan sebagai
berikut:
-
Infaq secara fisik material mengandung makna
konsumtif/tidak produktif.
-
Infaq secara normative teologis, adalah merupakan wujud dan sarana ibadah dalam optimalisasi
pemberdayaan potensi maliyah/harta benda yang dimiliki sebagai titipan/amanah
Alloh, menuju kepada terwujudnya kepemimpinan khilafah ‘ala Minahjin Nubuwah
di bumi, berdasarkan metode sunnah
-
Infaq dalam pengertian menafkahkan sebagian
harta dalam Iqomatud-Din, mengandung lingkup makna yang luas dan
umum, termasuk arti: mahar, nafaqoh rumah tangga, dan termasuk zakat adalah
bagian dari infaq, maka tafsir infaq yang secara spesifik perlu
diberi ciri identitas khusus, yakni adanya istilah INFAQ Sabil dam INFAQ
al-DIN
-
Infaq dalam aspek Aplikatif-Operasionalnya,
baik system kumulatifnya (pengumpulan) dan metode distributifnya (penyaluran)
adalah merupakan manhaj ijtihadi yang wewenangnya berada pemegang amanah
lembaga kepemimpinan yang legitimatif prosedur syari’ah.
-
Infaq berdasarkan nuzulul ayat-ayat pada
periode Makiyah yang berorientasi pada : Tasyri’ al-‘Aqidah
mengisyaratkan bahwa Doktrin infak dan kesadaran pengorbanan dalam
mengemban peran dan tanggung jawab misi risalah bagi setiap
kader ummah, ini adalah merupakan symbol
dan karakteristik identitasnya.
@ Aplikasi INFAQ pada periode pra Hijrah ini, belum dibangun dalam
pendekatan Struktural birokratik tetapi dibangun dalam pendekatan
Ideal moralnya.
@ Dan secara fakta baitul mal harokah
berada disetiap Kantong individu Kader pada masa itu.
BAB III
STATUS HUKUM
INFAQ,
HUBUNGANNYA
DENGAN ZAKAT,
DAN APLIKASINYA
PADA MASA ROSUL
A. Perbedaan Makna Infaq dan Zakat secara
Definitif dan Aplikatif
@ dalam al-Qur’an ada tiga istilah yang
cukup dominan berhubungan dengan pengorbanan harta bagi mukmin/orang islam yakni
INFAQ, ZAKAT, dan SHODAQOH.
@ Perbedaan makna dan istilah di antara infaq
dan zakat adalah
-
Pendekatan secara terminologis, kedau istilah tersebut memiliki
perbedaan yang sangat signifikan yakni ZAKAT disamping berarti suci
juga dimaknai Tumbuh dan berkembang, sementara kata INFAQ dimaknai
berkurang dan habis, maka dapat digaris bawahi bahwa secara pendekatan
terminologis INFBAQ mengandung makna konsumtif, sedangkan ZAKAT
bermakna produktif/berkembang
@ apakah ada kewajiban bagi harta
simukmin yang mesti dikeluarkan yang disebut INFAQ diluar kewajiban ZAKAT
? atau memang cukup hanya zakat tanfa Infaq ? è QS. 2/177 dan hadis
Rosululloh yang di riwayatkan oleh imam Tirmidzi : sesungguhnya dalam
harta ada kewajiban selain zakat.
B. Satus Hukum Infaq Fi Sabilillah dalam
Perspektif Al-Qur’an
@ syari’at infaq merupakan parameter dan
batu ujian bagi selektivitas mukmin akan komitmen aqidah dan ideologisnya.
Sehingga sebanyak 37 buah kata infak dalam al-quran bermakna nilai negative
secara aqidah yakni Nifaq/Munafiq , dan secara pakta historis
Al-MUNAFIKUN adalah musuh internal yang paling berbahaya, Karena secara
legalitas formal mereka juga umat Madinah, namun hati/jiwa mereka berpenyakit (QS. 9/101).
@ dalam pendekatan normative dan
realitas fakta historis di Madinatur-Rosul, sebagaimana digambarkan dalam (QS. 9/101) di atas,
memberikan sebuah interpretasi yang sangat dalam tentang Himah Tasyri’
al-INFAQ bahwa difahami infaq salah satu fungsi strategisnya dalam jihad fi
sabililah adalah sebagai Radar teologis Robani, yang mampu mendekati
sinyal-sinyal kemunafikan. Oleh karena kesadaran terdalam dalam ketulusan
pengorbanan jiwa raga dan arta tiap individu lebih diposisikan secara syari’ah,
ketimbang semata-mata pendekatan legal spesipik (QS. 9/53).
C. Aplikasi dan pelaksanaan Hukum Infaq
pada masa rosululloh saw, sesuai dengan kronologis zulul wahyu
-
Aplikasi hukum INFAQ pada fase Makkiyah
Ketika al-Qur’an didekati dari aspek Hukum dalam konteks aplikatif
pembumiannya, maka prinsip tadarruj fil ahkam/ gradualitas dalam
sosialisasi hukum mesti dijadikan rujukan utama, sebab ia merupakan Manhaj Rabani.
Hal ini dibuktikan secara fakta sejarah Nuzulul Qur’an secaraperproses
dalam dua periodesasi besar Makkiyah dan Madaniyah yang teraplikatif dalam Sunnah
Rasulnya. Secara eksplisit Alloh mengungkapkan dalam firmannya (QS. 17/106)
-
Fakta sejarah Nuzulul Qur’an menunjukan bahwa ayat-ayat yang diturunkan
pada periode Makkiyah 13 tahun, tidak berbicara tentang Tasyri hukum-hukum
actual, kecuali hanya berbicara Tasyri aqidah dan akhlaq, al-Qur’an
baru berbicara tentang tasyri al-Ahkam al-Amali (syariat hukum-hukum
actual) pada periode Madaniyah pasca Hijrah.
@ Pertanyaannya : apa dan bagaimana status hukum INFAQ
pada fase MAKKIYAH berdasarkan kronologis Nuzulul Wahyu?.
@ penjelannya makna INFAQ dalam kandungan ayat-ayat Makkiyah
Pada fase MAKKIYAH, ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan berkaitan dengan
istilah INFAQ yang berasal dari akar kata NAFAQO dengan turunan-turunannya
(tashrif) secara prekuentif berjumlah 10
kali dalam 10 surat yaitu QS. 36/47, 25/67, 35/29, 17/100, 6/35, 34/39, 42/38, 18/42, 16/75, 14/31
-
Terjemahnya :
47. dan apabila dikatakakan kepada mereka:
"Nafkahkanlah sebahagian dari reski yang diberikan Allah kepadamu",
Maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman:
"Apakah Kami akan memberi Makan kepada orang-orang yang jika Allah
menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, Tiadalah kamu melainkan dalam
kesesatan yang nyata".
-
bentuk Sheghatnya
kata Inafaq dalam ayat ini berbentuk fi’il amar (kata
kerja yang menunjukan perintah) yaitu Anfiquu artinya nafkahkanlah
sebagian rizki yang diberikan Alloh kepadamu.
-
Penjelasan maknanya
@ Bahwa infaq itu berarti membelanjakan/menafkahkan
sebagian harta/rizki yang telah diberikan oleh Alloh, dalam kepentingan… ?
yakni kepedulian social membantu fakir miskin dari orang-orang Islam.
@ Bahwa sifat dan karakteristik
kuffar/al-Musyrikin dalam anjuran berinfaq mereka menolak dengan berkomentar
dan bernada sinis/istihzaa. Dalam ayat itu ada dua pernyataan mereka:
1.
Tentang Objek (orang yang dibantu) dengan pernyataan: "Apakah Kami akan memberi Makan
kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya
makan.
2.
Tentang Subjek (orang mukmin yang menganjurkan Infaq) dengan pernyataan : Tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan
yang nyata
@ Bahwa memang Al-Quran telah menetapkan sikap dan
karakteristik penolakan terhadap doktrin tauhid, serta pengingkaran
tauhid kepada rasulnya adalah merupakan sifat dan watak
Kuffar/Almusyrikin, QS. 36/46. Dalam Mukhtasor tafsir ibnu Katsir,
yang dimaksud dengan min ayatin min aayaati robbihim itu adalah ‘Alat
Tauhid wa Sidqi Rosul sehingga arti ayat tersebut : 36/46. dan sekali-kali tiada datang
kepada mereka suatu tanda dari tanda tanda kekuasaan Tuhan mereka yakni
Tauhidulloh dan kebenaran Rasul-rasiul-Nya, melainkan mereka selalu
berpaling daripadanya.
@ Bahwa
disimpulkan: Status Hukum Infaq
dalam ayat ini lebih pada pendekatan Tasyri’ ‘Aqidah artinya:
dalam aplikasinya mesti dibangun berdasarkan prinsip-prinsip tauhid dan
pentashdikan terhadap Rasulnya.
(dikembangkan saja).
@ sehingga kesimpulan dari 10 ayat Makkiyah tersebut adalah:
1. Status HUKUM INFAQ, lebih
dititiberatkan pada pendekatan TASYRI AQIDAH, maka dalam aplikasinya
mesti dibangun berdasarkan Prinsip-prinsip Allohu wahdah (atuhid) dan pentasdiqkan
terhadap Rasul-Nya.
2. Seorang mukmin yang menyandang predikat Ibadur-Rohman,
dalam hubungannya dengan harta benda yang dimilikinya, akan
senantiasa diterjemahkan menurut pandangan teologis Alloh Wahdah. Sehingga
dalam proses kepemilikan dan penggunaannya benar-benar efektif dan
bertanggungjawab, tidak keluar dari motivasi dan kepentingan menegakan
kalimatulloh.
3. Bahwa infaq adalah sebuah keharusan yang
substansial tersosialisasi pada diri si mukmin, sebab ia bagian integral
konsistensi terhadap Al-Quran dan Iqomatus-Sholah. Dan secara ideologis
aqidah, INFAQ adalah merupakan parameter bagi identitas kemukminan seseorang.
4. Bahwa manusia cenderung kuat untuk
menjadi dzalim/msuyrik dan terpengaruh besar oleh kemewahan duniawi, dan
lupa terhadap Sang Pemiliknya (Rabbul ‘Alamin), sehingga mudah untuk berbuat
kerusakan dibumi. Oleh karenanya mereka takut menjadi miskin dan habis harta
bendanya jika diInfakan dijalan Alloh. Maka hanya orang-orang mukmin saja yang
menjadikan kehidupan duniawinya bagian integral dari dan investasi untuk
akhiratnya, sehingga ia akan terpelihara/terhindar dari sifat dan watak-watak
buruk tersebut.
5. Bahwa infaq dalam implementasinya
(pelaksanaan/penerapan) disyaratkan adanya tingkat kualitas individual
yang tidak terkontaminasi oleh factor-faktor eksternal atau subjektifitas
dirinya, tapi semata-mata kholishon lillah
6. Bahwa status infaq bagi seseorang
sebagai identitas bukti pengakuan atas penthasdiqkannya Alloh sebagai
robnya, dan merupakan indicator kuat akan penthasdiqkannya terhadap
keyakinan bi yaumil akhir. Maka meng-Infakan harta dijalan Alloh hanya bagi
mereka yang memiliki pandangan hidup bahwa harta benda, diri dan seluruh
potensi yang ada pada dirinya bukan mutlak miliknya, tetapi pemberian Sang
Maha Pemilik Alam Semesta (Alloh Robbul Izzah) sebagai amanah.
7. Bahwa status nilai Infaq, sangat tinggi
dan mulia disisi Alloh, ia akan melahirkan tingkat kualitas tawakal ‘Alalloh
dengan kepasrahan yang utuh kepada-Nya. Karena hakikatnya Allohlah yang menggaransi
Hidupnya.
8. Bahwa Tipekal dan karakteristik manusia
yang membaca dunia dengan menggunakan paradigma yaumil akhir
adalah mereka yang mematuhi Rabbnya, mendirikan sholat, syuro diantara mereka,
dan berinfaq. Dan bahwa tipekal manusia yang lebih mencintai kehidupan
duniawinya dari akhiratnya disebut al-kafirun atau ulaaika fi
dhalaalim-Mubin, atau disebut Al-Musyrikun.
Dapat digariskan bahwa, status hukum Infaq berdasarkan
ayat-ayat al-Qur’an yang dinuzulkan pada fase Makkiyah (pra Hijrah) lebih
kepada pendekatan spesifikasi ideal moralnya, dimana secaraaplikatif
Baitul Mal bagi gerakan Risalah tersimpan dan berada di saku-saku umat,
tidak/belum distrukturalkan dalam pendekatan administrasi negara. Jadi tingkat
kualitas kesadaran berinfaq dibangun dari aspek prinsip dasarnya
yakin; Tasyri’ ‘Aqidah dan Akhlaq, sehingga benar-benar melahirkan kader-kader
ideologis dikalangan pada sahabat Rosululloh di Mekkah.
EmoticonEmoticon